Kamis, 07 Oktober 2010

MENYIKAPI PEDAGANG KAKI LIMA

Tulisan ini membahas PKL dengan singkat tapi padat dan komprehensif. Kalau mau melihat wilayah secara menyeluruh, kita harus naik ke tempat yang tinggi. Jangan masuk kedalam pasar.

MENGAPA ADA PEDAGANG KAKILIMA?
Ada beberapa hal yang sangat mendasar mengapa PKL selalu berkembang, kita tinjau dari beberapa aspek:
Sesuai hukum ekonomi dimana ada permintaan disitu ada penawaran. Sampai kapanpun potensi berkembangnya Pedagang Kaki Lima akan terus ada, karena permintaan selalu ada.
Ditinjau dari sisi lokasi, selama ada tempat kaki lima yang bisa untuk berdagang, pedagang kaki lima akan terus ada.
Dari sisi lapangan kerja, selama belum ada lapangan kerja yang lebih baik dari menjadi PKL selalu akan ada Pedagang Kaki lima.
Dari sisi hukum selama tidak ada hukum yang mengatur dan yang diterapkan sesuai ketentuan, PKL akan selalu ada.

MENGAPA SELALU ADA PERMINTAAN BARANG KAKI LIMA?
Sesuai hukum alam semua orang ingin mendapatkan barang yang lebih murah, bagi masyarakat yang masih berhitung dengan selisih harga mereka akan menjadi pelanggan tetap kaki lima. Berbelanja di kaki lima memberi efek psikologis bahwa barang disitu lebih murah dibanding di toko/ mall.
Semua orang ingin mudah, selama kaki lima mudah dijangkau, aman lokasinya maka orang akan tetap mencintai kaki lima, karena sambil lewat bisa beli barang kebutuhannya.

MENGAPA SELALU ADA LOKASI YANG NYAMAN BAGI PKL?
Kebiasaan bagi Negara yang belum begitu maju, segala sesuatunya tidak ditata secara sistematis, trotoar yang seharusnya digunakan bagi pejalan kaki, tidak hanya untuk berjalan kaki, tapi untuk berdagang. Aparat yang berwenang mengatur manfaat trotoar tetap membiarkan trotoarnya untuk jualan.

MENGAPA BANYAK ORANG YANG MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUPNYA DG MENJADI PKL?
Pertama masalah pendidikan, kebanyakan PKL adalah orang orang putus sekolah, sehingga tidak terbuka peluang bekerja di sector pagawai pemerintah, perusahan Negara maupun swasta. Salah satu cara yang paling mudah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah menjadi PKL.

Kedua: masalah lapangan kerja. Tidak hanya orang putus sekolah yg menjadi PKL, banyak juga orang orang berpendidikan memilih menjadi PKL, karena sulitnya mendapat pekerjaan yang layak sesuai pendidikannya.

Disamping menjadi PKL bidang pekerjaan lain seperti pertanian, perkebunan perorangan tidak begitu menjanjikan bagi masyarakat petani. Bukan hanya tidak menjanjikan, bahkan mengancam hidup mereka, karena mahalnya harga bahan pembantu pertanian seperti pupuk dan bibit tidak sebanding dengan nilai hasil setelah panen, sehingga petani sering rugi.

MENGAPA SEOLAH OLAH PKL TIDAK MEMATUHI HUKUM?
Ada hal pokok yg harus disadari. Penerapan hukum selama ini terkesan tidak konsisten, tidak merata dan tidak kontinu. Peraturan sudah setumpuk, tetapi sistimatika penerapannya belum diatur dengan baik. Kasihan banyak korban gusuran, pembongkaran karena penerapan hukum yang tidak konsisten. Embrio PKL dibiarkan menjadi besar, ada yang dibangun semi permanen, dipungut retribusi, dimintai sumbangan ini, sumbangan itu, akhirnya tetap digusur. Satu satunya sumber mata pencaharian lenyap begitu saja. Sedih bukan? Siapa yang salah? Kemana mencari biaya hidup yang harus ada setiap hari? Bayangkan saja mereka mau kemana setelah digusur? Banyak cara mudah, tetapi meresahkan bagi orang lain. Apakah iklim seperti itu yang akan diciptakan oleh para penegak hukum?


MENGAPA PENEGAKAN HUKUM TIDAK KONSISTEN?
Sistem kerja masih ”reactive to problem” Ribut, sibuk setelah kejadian. Tidak ada petugas yang sehari hari kerjanya patroli mencegah adanya PKL sekecil apapun, termasuk pedagang asongan. Inilah cikal bakal terjadinya pertumbuhan PKL seperti jamur, dimana-mana, dari Kota besar sampai kota kecil. Sebenarnya gampang sekali, kalau tugas patroli ini digiatkan, langsung tindak, sehingga kerugian tidak besar. Langkah ini juga akan mendidik masyarakat tertib hukum, taat hukum. Pantau petugas patroli, kalau ada yang kerjanya tidak bagus, termasuk terima pungli, langsung ganti atau pecat. Ini langkah kedua mendidik penegak hukum taat hukum dan tertib hukum. Kalau ini dijalankan, dijamin tidak akan pernah lagi kita melihat PKL.





BAGAIMANA SEHARUSNYA RAKYAT KECIL MEMBANGUN USAHANYA?
Dilema, Dilema, sekali lagi Dilema. PKL ini sebenarnya soko guru perekonomian bangsa. Tumbuh tanpa kredit Pemerintah. Menghidupi jutaan penduduk, menciptakan lapangan kerja sendiri. Mengurangi kemiskinan.

Melihat uraian diatas, penyebab utama berkembangnya PKL adalah penegakan Hukum yang tidak konsisten. Menagapa demikian? Sebenarnya ada yang lebih utama yang perlu disadari. Akar tunggangnya ada di ”LEADERSHIP SYSTEM”. Sistem kepemimpinannya siapa? Mestinya seperti apa? Para pemimpin harus visioner. Apa itu? Mampu menetapkan arah yang jelas mau dibawa kemana orang kecil yang menjadi PKL tersebut. Punya sasaran jangka panjang dan jangka pendek bagaimana membangun ekonomi mereka. Ukurannya jelas, terjangkau oleh para PKL dan penegak hukum di lapangan. Sistem kerjanya terintegrasi antara beberapa Dinas dan Lembaga negara. Dari sisi perencanaan, dari sisi ekonomi, dari sisi sosial, dari sisi keindahan kota, dari sisi ketentraman dan ketertiban, dari sisi efek negatif yang ditimbulkan dan dari sisi ketenagakerjaan dan pembukaan lapangan kerja.

Kalau semua itu sudah dijalankan, sekarang bagaimana mengkomunikasikan kepada halayak ramai supaya semua yang berkepentingan memahami. Tentu saja tidak efektif kalau hanya ditaruh di Lembaran Negara. Tidak ada yang melihat, kecuali ahli hukum. Semua mesti disosialisasikan melalui berbagai media, terutama TV, Koran, Internet dan tempat umum. Agar penetapan arah tersebut efektif, mestinya harus memperhatikan keinginan mereka yang terkait. Ada survey jajak pendapat apa yang mereka mau terutama PKL nya sendiri serta orang yang diuntungkan dan orang yang dirugikan.

Kemudian setelah semuanya bulat, mau kemana arah yang dituju, rambu rambu dan daya dukung telah disiapkan, maka langkah yang paling penting berikutnya adalah ”Deployment” nya, penerapannya dilapangan. Disinilah dibutuhkan konsistensi dan kontinuitas. Penguasa tidak boleh tebang pilih, harus konsisten, tidak pandang bulu, ada yang digusur, ada yang aman aman saja. Obyek dan subyeknya harus dipantau. Ada sistem pemantauan dan sistem pelaporannya.

Peraturan yang dapat diterapkan dengan mulus kita catat. Demikian pula peraturan yang penerapannya tidak mulus juga dicatat. Siapa yang mencatat? Untuk apa dicatat? Terus mau dibawa kemana catatan tersebut? Catatan ini dikumpulkan menjadi data. Kemudian ada yang mengevaluasi, melakukan analisis, dan melakukan perbaikan. Demikian terus siklusnya setiap tahun. Disini ada proses ” Continuous Improvement” dan “ Learning Organization” .

Beberapa langkah terakhir inilah Pilar dari Proses ada 4 (empat) yaitu “ADLI” Approach, Deployment, Learning, Integration. Approach harus systematic dan effective. Deployment harus merata diseluruh negeri ini, Learning didukung melalui pemilihan dan pengumpulan data yang akurat, analysis yang komprehensif, Integration antar semua Dinas dan Lembaga terkait saling mendukung, bukan saling berebut lahan kalau basah, sebaliknya saling lempar tanggung jawab bila ada demo dan musibah.

Rasanya kalau sudah begini cara menangani PKL tersebut, niscaya akan tumbuh PKL yang rapi, meningkatkan perputaran roda ekonomi, tertib tidak ada kemacetan, pengangguran berkurang, orang bodoh berkurang karena mereka mampu menyekolahkan anak, pengangguran berkurang karena PKL mampu menyerap juataan naker, jalur distribusi makin kuat, karena langsung ke end user.

Darimana memulainya? Benang sudah terlanjur kusut. Harus dipetani satu persatu biar tidak tambah kusut. Tapi jangan hantam kromo hanya melihat dari sisi TRAMTIB nanti tambah banyak pengangguran. Juga jangan dibiarkan nanti tambah subur, akarnya susah dibersihkan. (Putu Adnyana, praktisi Quality Management)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar