Kamis, 07 Oktober 2010

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP: PEBRUARI –JULI 2010
MK: Hukum dan Administrasi Perencanaan
Pengampu: Ir. Sumardi SM dan Rutiana
Sifat tugas: Take Home Assignment
Waktu: 2 minggu, dikumpulkan 21 Juni 2010 pada waktu jadwal ujian HAP.


1. Jelaskan hal-hal apa yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan di suatu wilayah (aspek substansial dan sektoral)?
2. Ceritakan langkah-langkah pengadminsitrasian perencanaan, mulai dari pengumpulan data hingga pendokumentasian rencana di suatu daerah!
3. Jelaskan makna aspek filosofis, yuridis dan sosiologis dalam penyusunan suatu produk hukum untuk perencanaan wilayah.
4. Dari kasus pelanggaran tata ruang yang anda kumpulkan sebagai tugas terakhir, silakan dijelaskan bagaimana skenario kajian permasalahan itu, mencakup:
a. Bagaimana anda mengumpulkan data untuk mendefiniskan masalah? Siapa saja yg menjadi narasumbernya?
b. Bagaimana anda akan merumuskan alternatif rencana pemecahan masalah? Siapa saja stakeholder yang akan dilibatkan?
c. Bagaimana anda akan mendokumentasikan rencana alternatif pemecahan masalah tsb? SKPD mana saja yang akan dilibatkan dalam pendokumentasian rencana tersebut?



JAWABAN :

1. Perencanaan pembangunan di suatu daerah hendaknya sesuai dengan visi dan misi suatu daerah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan di suatu wilayah ada dua aspek yang terkandung, yaitu:

o Aspek Sektoral
Dalam hal ini aspek sektoral meliputi ruang/wilayah/SKPD Dokumen : RTRW tentang lokasi-lokasi, posisi sektor andalan disuatu daerah.

o Aspek Substansial
Aspek sektoral meliputi inti permasalahan, lintas sektoral/wilayah.
Dokumen : RPJP/RPJM Daerah yang berisi tentang program-program yang akan dijalankan.

2. Langkah-langkah pengadministrasian dalam perencanaan

a. Mendefinisikan Masalah
Merupakan tahapan awal dari setiap proses perencanaan pembangunan. Kualitas dan kuantitas data dan informasi akan menentukan kualitas pengambilan keputusan rencana. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memutakhirkan data dan informasi yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan analisis dan perencanaan pembangunan daerah jangka menengah, sehingga setiap rumusan didasarkan atas data yang dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel).

b. Tahap dalam Mengolah Data
• Data/informasi yang dikumpulkan dikaitkan dengan pengukuran kinerja penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan daerah
• Pengumpulan data/informasi melalui pendekatan partisipatif mengikutsertakan stakeholder yang relevan dan interaktif, terbuka terhadap masukan baru. Pengumpulan data dengan cara partisipatif merupakan cara pengumpulan data yang paling pas di dalam mengakomodasi berbagai kebutuhan di daerah. Mengingat daerah diberi wewenang seluas-luasnya dalam mengembangkan daerahnya sendiri. Cara partisipatif yang sering digunakan dalam perencanaan adalah musrenbangdes, kemudian berlanjut ke musrenbang kecamatan ataupun kabupaten. Dalam pelaksanaan musrrenbang, hendaklah melibatkan stakeholder seperti DPR yang merupakan pemegang keputusan, dan juga sebagai penyandang anggaran dalam perencanaan, tentunya dalam musrenbang ini haruslah melibatkan masyarakat yang mempunyai kepentingan, dan juga harus melibatkan pengamat, pakar perencanaan, dan juga akademisi agar perencanaan ini dapat terakomodasi dengan baik.
• Bila terjadi perbedaan data antara satu sumber dengan sumber data lainnya,maka perlu kesepakatan data dan informasi mana yang akan diambil dengan pertimbangan validasi dan kompetensi sumber.

c. Menyiapkan Informasi yang diperlukan
• Data terakhir dan Data time series, diusahakan minimal 5 tahun terakhir.
• Format penyajian data dan analisis data.

d. Perumusan Alternatif Pemecahan masalah
Perumusan dituangkan dalam rencana program + kegiatan, yang memerlukan diskusi kelompok yaitui stakeholder yang meliputi
• Kelompok penderita masalah
• Pemerintah / SKPD
• Pengamat, pakar, akademisi

e. Mendokumentasikan
Rencana ataupun program yang terpilih akan dituangkan dalm SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang mempunysi tugas dan fungsi terkait.
Contoh : Renja ( jangka waktu 1 tahun), Renstra ( jangka waktu 5 tahun).

f. Mengintegrasikan dengan Dokumen Penganggaran
Contoh :
• Kebijakan Umum Penganggaran
• PPAS
• APBD





3. Dalam penyusunan suatu produk hukum terdapat pertimbangan-pertimbangan (konsiderans) tentang diperlukannya produk hukum tersebut. Konsiderans ada tiga aspek, yaitu:

a. Aspek Filosofis
• Landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi negara., yaitu nilai-nilai (cita hukum) yang terkandung dalam Pancasila.
• Pertimbangan yang menyangkut tentang nilai-nilai ketuhanan (religi) yang diyakini oleh masyarakat yang bersangkutan.

b. Aspek Yuridis
• Landasan Yuridis adalah yang menjadi dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan.
• Yaitu pertimbangan dasar-dasar hukum yang lebih tinggi yang mendasari produk hukum tersebut.

c. Aspek Sosiologis
• Landasan sosiologis adalah landasan yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, sehingga mempuyai daya mengikat secara efektif (living law).
• Pertimbangan yang terkait degan kondisi sosial masyarakat.

4. Kasus Pelanggaran Tata Ruang
a. Kasus pelanggaran tata ruang yang kami peroleh adalah Pedagang Kaki Lima yang berada di Pagar Belakang Kampus UNS kentingan Surakarta. PKL tersebut menempati jalur pejalan kaki (trotoar), sehingga kegunaan trotoar menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Data-data yang kami peroleh antara lain berasal dari :
1. Surat Kabar Elektronik (internet) yaitu Joglosemar.com. Tulisan yang kami peroleh berjudul “PKL Solo, Riwayatmu Kini . . .”ditulis oleh M.Ajie Najmuddin, pada Hari Sabtu, tanggal 29/05/2010.
2. Selain itu juga berasal dari makalah yang kami peroleh dari situs lppm.uns.ac.id yang berjudul Kajian Karakteristik PKL Pagar Belakang Kampus Universitas Sebelas Maret Kentingan Surakarta. Ditulis oleh Murtanti Jani Rahayu, dosen Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas sebelas Maret, Surakarta.

Permasalahan yang ada antara lain :
• Karena terbatasnya lahan pekerjaan di sektor formal, membuat masyarakat menjadikan sektor informal sebagai pilihan untuk memperoleh penghasilan. Salah satu lahan di sektor informal tersebut adalah menjadi pedagang kaki lima (PKL). Berkembangnya PKL di belakang kampus UNS berawal sejak tahun 1990an. Dengan keberadaan trotoar yang diperuntukkan bagi para pengguna jalan khususnya para mahasiswa, ternyata fasilitas tersebut tidak dimanfatkan secara maksimal. Entah karena alasan trotoar yang ada kurang nyaman ataupun alasan yang lain trotoar yang sudah dibatasi dengan pagar besi pada sisi dalamnya yang berhubugan dengan lahan kampus, akhirnya pelan-pelan dilirik oleh para pelaku untuk mencoba berjualan, meski sudah ada larangan menggunakan trotoar untuk para PKL. Pada akhirnya terjadi alih fungsi lahan, yaitu tidak berfungsinya trotoar sebagaimana mestinya.
• Permasalahan yang ada meliputi, payung hukum (Perda) tentang pengelolaan PKL yang belum jelas implementasi pelaksanaannya. Peraturan terbaru untuk pengelolaan PKL yang dikeluarkan Pemkot, yakni Perda Nomor 3 tahun 2008 menggantikan Perda lama, Perda Nomor 8 tahun 1995 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi, belum juga dibuat peraturan turunannya yakni Peraturan Walikota (Perwali). Ini berarti Perda yang terbaru pun belum bisa diimplementasikan. Padahal dengan Perda baru tersebut, para PKL bisa mendapatkan kejelasan payung hukum yang menaungi keberadaan mereka, seperti yang tercantum dalam pasal 4 dan 8. Sesuai prosedur, semestinya Perwali tersebut bisa segera diimplementasikan setelah satu tahun produk kebijakan tersebut dikeluarkan dan disosialisasikan, yakni pada tahun 2009. Namun, sampai sekarang sudah lebih dari dua tahun berlalu tanpa ada kejelasan, dan pada akhirnya kebijakan penataan PKL di Kota Solo, masih menggunakan Perda lama yang sebenarnya sudah tidak dianggap sesuai dengan visi dari Walikota sendiri. Ini bisa kita maknai, bahwa keberadaan PKL belum memiliki kejelasan payung hukum, dan keberadaan mereka masih tergantung kepada kebijakan pimpinan yang ada.

b. Alternatif Penyelesaian Masalah
Peraturan terbaru untuk pengelolaan PKL yang dikeluarkan Pemkot, yakni Perda Nomor 3 tahun 2008 menggantikan perda lama, Perda Nomor 8 tahun 1995 Perda Nomor 8 tahun 1995 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi. Namun penerapan Perda no.8 tahun 2008 dirasa masih belum sempurna karena payung hukum (Perda) tersebut belum jelas implementasi pelaksanaannya. Tak ada payung hukum yang jelas mengenai kejelasan usaha PKL, akan semakin melemahkan posisi para PKL. Dengan mudah mereka bisa digusur dari tempat jualan mereka kapan saja, karena mereka tidak diberi tempat untuk berjualan atau status mereka saat ini adalah banyak yang menempati lahan yang terlarang.

Penyelesaian :
Perlunya penggantian ataupun revisi Perda No.3 Tahun 2008

















Gagasan : Pembuatan Perda untuk Pedagang kaki Lima.]
Menyimpan Masalah
Di balik semua keberhasilan yang digembor-gemborkan Pemkot Solo tersebut, ternyata masih menyimpan banyak permasalahan di dalamnya. Permasalahan yang ada meliputi, payung hukum (Perda) tentang pengelolaan PKL yang belum jelas implementasi pelaksanaannya. Selain itu pemetaan persebaran dan pendataan PKL yang masih belum komprehensif, serta belum adanya sinergitas antara kebijakan yang dikeluarkan Pemkot dengan kebutuhan PKL itu sendiri.
Peraturan terbaru untuk pengelolaan PKL yang dikeluarkan Pemkot, yakni Perda Nomor 3 tahun 2008 menggantikan Perda lama, Perda Nomor 8 tahun 1995 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi, belum juga dibuat peraturan turunannya yakni Peraturan Walikota (Perwali). Ini berarti Perda yang terbaru pun belum bisa diimplementasikan. Padahal dengan Perda baru tersebut, para PKL bisa mendapatkan kejelasan payung hukum yang menaungi keberadaan mereka, seperti yang tercantum dalam pasal 4 dan 8.
Sesuai prosedur, semestinya Perwali tersebut bisa segera diimplementasikan setelah satu tahun produk kebijakan tersebut dikeluarkan dan disosialisasikan, yakni pada tahun 2009. Namun, sampai sekarang sudah lebih dari dua tahun berlalu tanpa ada kejelasan, dan pada akhirnya kebijakan penataan PKL di Kota Solo, masih menggunakan Perda lama yang sebenarnya sudah tidak dianggap sesuai dengan visi dari Walikota sendiri. Ini bisa kita maknai, bahwa keberadaan PKL belum memiliki kejelasan payung hukum, dan keberadaan mereka masih tergantung kepada kebijakan pimpinan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar