Senin, 27 September 2010

mejemen perkotaan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
      Kota Solo dalam sejarah merupakan salah satu pusat kebudayaan Jawa dan secara empiris Kota Solo adalah kota yang masih memiliki akar dan nilai-nilai tradisi yang kuat dalam pertumbuhan sebagai kota modern. Kota Solo mungkin untuk menjadi kota yang berkarakter dan memiliki identitas sebagai kota budaya jika kebijakan-kebijakan pemerintah kota sadar atas pertimbangan budaya. Pemerintah kota harus menyadari untuk tidak mengambil kebijakan yang hanya berpihak pada kepentingan ekonomi dan invenstasi yang sering merugikan aspek kebudayaan dan kepentingan publik. Kota Solo yang terus berubah dalam pembangunan fisik sering menimbulkan kekhawatiran jika tidak diimbangi dengan pembangunan nilai atau mentalitas kebudayaan. Solo termasuk kota yang mengalami perubahan cepat sebagai kota modern dengan adanya bangunan dan fasilitas-fasilitas modern. Beberapa mall, hotel, sekolah internasional, pusat hiburan, dan lain-lain telah berdiri di Kota Solo yang ikut memberi pengaruh dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Kota Solo. Rencana pendirian beberapa apartemen di Kota Solo juga akan memberi pegaruh besar secara positif dan negatif. Pemerintah kota diharapkan menyadari efek dan cara mengimbangi pemebangunan kota secara fisik. Pembangunan mentalitas kota Solo untuk menjadi kota budaya tentu membutuhkan partsipasi aktif dari berbagai pihak dan tidak saja tergantung pada pemerintah kota. Perhatian pemerintah kota dan partisipasi masyarakat Kota Solo adalah kunci dari keinginan menjadikan Solo sebagai kota budaya. Sehubungan dengan tugas manajemen perkotaan, kami mengangkat masalah pembangunan kota yang semakin berkembang dan berdampak pada nilai kebudayaan. Tujuan dari manajemen perkotaan adalah ……………

1.2 Permasalahan dan Persoalan
-Bagaimana perkembangan Kota Solo di masa depan dengan tidak meninggalkan image nya sebagai kota budaya?
-Apakah pembangunan Kota Solo di masa depan berdampak negatif terhadap kebudayaan yang ada?
-Sejauh mana peran pemerintah dalam menyikapi masalah ini?
1.3 Tujuan dan Sasaran
1. Mengetahui perkembangan apa saja yang terjadi di Kota Solo yang image nya  sebagai kota budaya.
2. Mengamati, menganalisa dan menyimpulkan tentang perkembangan Kota Solo menuju kota metropolis.
3. Menambah wawasan dan pengalaman dunia kerja serta hubungannya   dengan ilmu yang dipelajari di bangku kuliah.
1.4 Lingkup dan Batasan Pembahasan
Ruang lingkup Manajemen Perkotaan ini, meliputi :
......................
1.5 Metode Pembahasan
1. Pengumpulan data melalui beberapa cara  yaitu :
§  Studi litelatur
Yaitu pengumpulan data yang didapat dengan cara mencari buku-buku yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan, maupun sumber yang lain (internet).
2. Pembahasan
-  Menganalisis teori-teori manajemen perkotaan dengan perkembangan pembangunan di Kota Solo yang selanjutnya akan dibuat kesimpulan dan saran.
1.4 Sistematika Pembahasan
BAB I       Pendahuluan
Merupakan tahap awal yang mengungkapkan tentang :
-     Latar Belakang
-     Permasalahan dan Persoalan
-     Tujuan dan Sasaran
-     Lingkup dan Batasan pembahasan
-     Metode Pembahasan
-     Sistematika Pembahasan
BAB II      Landasan Teori
         Merupakan tahap pembahasan tentang :
-     Teori manajemen perkotaan
-     Teori perkembangan kota
BAB III     Manajemen Air Bersih di Kota Surakarta?????????????????
Merupakan tahap pembahasan tentang :
-     Kondisi existing PDAM Kota Surakarta
o   umum
o   existing lapangan
-     Aspek terkait dalam manajemen air bersih Kota Surakarta
o   Perencanaan
o   Pengorganisasian
o   Pengarahan dan pengkoordinasian
o   Pengawasan
o   Pembiayaan
BAB IV    Kesimpulan dan Saran
Berisi tentang kesimpulan yang didapatkan dari proses analisa yang dilakukan pada tahap III,dan memberikan rekomendasi atau saran bagi pengelolaan Air Bersih Kota Surakarta di masa mendatang.







BAB II
LANDASAN TEORI

II.1 Manajemen Perkotaan
I. Pengertian Manajemen

            Manajemen merupakan suatu upaya untuk mengorganisasi dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi, seperti tanah, tenaga kerja, dan modal untk digunakan semaksimal dan seefisien mungkin.
Ø  menurut Mavy Parker Follet :
            manajemen merupakan seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang-orang, dalam hal ini perlu mandapat catatan bahwa dalam kenyataan manager mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur orang lain untuk menjalankan tugas-tugas yang diperlukan, bukan dengan menjalankan sendiri tugas-tugas itu.
            Fungsi dari manajemen itu sendiri sebagai suatu usaha merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinir serta mengawasi kegiatan dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efektif ( melakukan pekerjaan yang benar ) serta efisien ( melakukan pekerjaan dengan benar ).
            Persyaratan agar manajemen berhasil memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Hendaknya diperoleh data, dirumuskan soal serta kenyataan yang sebenarnya.
2.      Bila perlu dilakukan penyesuaian – penyesuaian terhadap personalia atau kepribadian individu.
3.      Hendaknya situasi keseluruhan dipertimbangkan.
Aspek-aspek yang terkait dalam manajemen :
1.      Perencanaan, adalah penentuan segala sesuatu sebelum dilakukan kegiatan-kegiatan. Perencanaan harus bersifat :
-          mendukung dalam pencapaian tujuan organisasi
-          merupakan dasar tolak  fungsi manajemen yang lain
-          merupakan fungsi dari setiap orang yang berada dalam organisasi
-          efisien yang berarti bila dilaksanakan rencana tersebut dapat
   mencapai tujuan.
Kaidah perencanaan pada hakekatnya adalah forecast, karena dengan forecast digariskan peristiwa yang diharapkan terjadi pada waktu yang akan datang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa forecast merupakan prasyarat sekaligus hasil perencanaan.
2.      Pengorganisasian
Merupakan proses menciptakan hubungan antara fungsi-fungsi personalia dan faktor fisik agar kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan, disatukan dan diarahkan pada pencapaian tujuan bersama.
Macam struktur organisasi :
Ø  Fungsional
Ø  Organisasi berdasar fungsi merupakan organisasi dimana   kegiatan yang saling berhubungan di9hubungkan dalam satu departemen.
Ø  Divisi
Ø  Dalam struktur organisasi divisi merupakan segala kegiatan/ produksi / pemasaran yang dijadikan satu.
Ø  Matriks
Ø  Dalam struktur organisasi ini merupakan gabungan dari srtuktur organisasi fungsional dan divisi, jadi ada divisi, fungsi dan proyek. untuk setiap proyek ada kelompok sendiri yang menangani.
3.      Pangarahan
Pengarahan merupakan usaha yang berhubungan dengan segala sesuatu agar semuanya dapat dilakukan. apa yang direncanakan dan diorganisasikan mungkin tidak berjalan kecuali jika bawahan diberitahu tentang apa yang harus dilaksanakan.
                        Aspek-aspek dalam pengarahan yaitu,

*            Perintah
   Merupakan sarana yang digunakan oleh pimpinan dalam pengarahan bawahannya.
*            Motivasi
   Merupakan hal yang menyebabkan, menyatukan, mempertahankan orang berperilaku tertentu
*            Kepemimpinan
   Merupakan proses mengarahkan serta mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas anggota.

4.      Pengkoordinasikan
Merupakan usaha mensinkronkan dan menyatukan segala kegiatan dalam organisasi agar tercapai tujuan oragnisasi.
Macam atau jenis koordinasi :
v    Kordinasi berdasar rencana
yaitu koordinasi dengan merencanakan suatu rencana-rencana
v    Koordinasi berdasar umpan balik
yaitu dilaksanakan berdasar informasi dari bawahan, dianalisis, diputuskan, diberitahukan  pada bawahan dan seterusnya.
v    Koordinasi horizontal
yaitu koordinasi antara karyawan yang setingkat yang berbeda fungsinya.
v    Koordinasi vertikal
yaitu koordinasi antara atasan dan bawahan.

5.      Pengawasan
Pada hakekatnya pengawasan merupakan usaha memberikan mandat pada para pelaksana agara mereka selalu bertindak sesuai dengan rencana.




II. Urban Manajemen

            Urban manajemen atau manajemen perkotaan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan suatu proses  manajemen, yaitu mengorganisasikan dan mengkoordinasikan kondisi atau sistem kota yang ada saat ini yaitu faktor-faktor produksi di dalam kota baik yang berupa tanah, tenaga kerja, modal maupun kewiraswastaan, supaya dapat dicapai hasil yang maksimal dan efisien untuk menuju ke arah sistem kota yang dikehendaki bedasarkan pada tujuan idela dan dinamis.
            Manajemen perkotaan menurut Richard E. Stren, mencakup :
*      Proyek pembangunan perkotaan dalam konteks wilayah kota dan pertimbangan kelembagaan.
*      Memusatkan perhatian pada sumber daya keuangan local untuk memperkuat desentralisasi.
*      Memusatkan perhatian pada berbagai alternatif untuk mengorganisir dan membiayai pelayanan kota seperti : air bersih, transprtasi, listrik , sampah, kesehatan, dan lain-lain.
*      Perhatian untuk mencari dan mempromosikan partisipasi masyarakat dalam pelayanan infrastruktur kota.

Latar Belakang Manajemen Perkotaan :
*      Tuntutan pemenuhan perumahan yang tidak sesuai dengan ketersediaan lahan.
*      Pemenuhan atau penyediaan prasarana dan sarana perkotaan .
*      Penurunan kualitas lingkungan, polusi, kemacetan lalulintas.
*      Keinginan menjadikan kota sebagai lokasi yang efisien dan efektif untuk kegiatan yang produtif dengan adanya sarana dan prasarana kota.
*      Adanya reorientasi  pembangunan ke arah pelaksanaan otonomi daerah ( desentralisasi )
*      Tanah, ruang dan pelayanan publik selalu timpang pada kelompok menengah atas.

Maksud dan tujuan manajemen perkotaan:
*      Berupaya mengoptimalkan dan mengefisienkan serta secara aktif menggali peluang untuk memperbesar manfaat dari input maupun output bagi penghuni kota sendiri maupun bagi wilayah sekitarnya yang memiliki keterkaitan dengan kota tersebut.
*      Berperan mengoptimalkan kegiatan dan tingkat pelayanan yang ada sesuai fungsinya baik fungsi internal maupun eksternal sehingga secrara keseluruhan akan memantapkan fungsi kota.

Kendala pelaksanaan manajemen perkotaan :
*      Pejabat / pengelola kota tidak berorientasi swasta ( bernental priyayi ).
*      Pengalaman pengelolaan kota dalam melibatkan swasta masih kurang.

Manajemen perkotaan di Indonesia masih merupakan hal yang baru dan belum terlihat jelas dimana posisi manajemen perkotaan dalam tatanan birokrasi pemerintahan kota. Di Kota Solo  pada khususnya memiliki sistem pengelolaan sendiri dalam  hal pengelolaan air bersih, sampah, drainase, listrik, transportasi, dan lain-lain.
II.1 Perkembangan Pembangunan di Kota Solo
Solo’s Past is Solo’s Future (Solo masa lalu adalah Solo masa depan),itulah kalimat yang diusung Jokowi sebagai salah satu visinya terhadap kota Solo. Konsep masa lalu yang mengarah pada”budaya”ini, agaknya seringkali diasosiasikan dengan ikon fisik, seperti bangunan tua ataupun beberapa situs kuno,memang tidak salah, namun yang tidak kalah pentingnya adalah nilai ”budaya”nya sendiri, yang mulai luntur pada diri setiap masyarakat Solo.
Bukannya memperbaiki jiwa budaya masyarakat Solo yang mulai hilang, kini Pemkot malah sibuk membangun proyek-proyek yang mungkin bisa menghilangkan sama sekali jiwa budaya rakyat Solo. Seperti rencana pembangunan apartemen yang harus mengorbankan situs bersejarah benteng Vastenburg, juga rencana pembangunan Solo Techno Park di daerah Mojosongo,yang jelas-jelas lebih memperkeruh keadaan.
Hal ini menunjukkan bahwa Pemkot memang tidak terlalu lagi mempedulikan image Solo sebagai kota budaya, hal ini diperkuat dengan tindakan Pemkot Solo dalam penanganan masalah pencurian lima arca kuno koleksi Museum Radya Pustaka yang belum tuntas sampai sekarang, juga sengketa kepemilikan Sriwedari.
Selain berdampak pada budaya, sebenarnya proyek-proyek Pemkot di atas juga berdampak pada sisi tatanan kota, kita lihat saja, dengan lebih banyaknya dibangun gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen, tatanan kota Solo menjadi tidak seimbang, baik dari segi kerapian kota ataupun pemberdayaan lahan hijau yang semakin dipangkas jumlahnya, dan dampak yang paling nyata yang telah kita rasakan baru-baru ini adalah banjir yang melanda hampir seluruh wilayah Solo.Tak bisa dibayangkan jika lahan hijau semakin dipersempit lagi untuk pembangunan proyek-proyek yang lain.
Di sisi lain dengan dibangunnya banyak mal dan pusat perbelanjaan, akan memperjelas jenjang antara si kaya dan si miskin, ini akan berbeda jika mereka berbelanja di pasar tradisional, batas itu akan sedikit tersamarkan atau malah hilang sama sekali,karena setiap orang bisa membaur jadi satu dan tentunya semua orang mampu berbelanja di pasar tradisional.
Solo menuju metropolis
Kota Solo dalam beberapa tahun ke depan sangat mungkin akan berubah wajah. Lebih gemerlap, lebih metropolis. Kota yang telanjur dikenal sebagai kota budaya ini akan dikepung bangunan apartemen dengan tinggi menjulang, hampir menyentuh ketinggian 100 meter.

            Secara agak mengejutkan, tiga apartemen akan berdiri di Kota Solo, seolah membentuk segitiga raksasa dari Solo Center Point di kawasan Purwosari, Kusuma Mulia Tower di Ngapeman hingga Solo Paragon di bekas RSUD dr Moewardi di Mangkubumen. Masing-masing dilengkapi dengan fasilitas mall, hotel, city walk, ball room, dan lain-lain. Solo Paragon bahkan direncanakan akan dilengkapi dengan empat tower di keempat pojoknya, membentuk kawasan blok yang mandiri.
Selain tiga pembangunan gedung highrise itu, juga sedang dibangun Hotel Ibis di belakang Novotel, dua buah hotel lagi konon sedang disiapkan di kawasan sekitar benteng Vastenburg dan di pusat KotaSolo. Pembangunan ini kadang menimbulkan masalah.
sehingga pada era demokrasi dewasa ini, maka pembangunan harus merupakan keputusan publik atas dasar konsensus bersama Dalam mekanisme keputusan publik, tentunya kepentingan masyarakatlah yang harus diutamakan, mengingat masyarakat merupakan unsur stakeholders pembangunan dengan konstituen terbesar. Untuk itu, hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah [1] :
a.        Mengacu pada UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah maka penyelenggaraan pembangunan daerah harus mengikutsertakan masyarakat dan swasta. Karena itu, setiap jenis rencana pembangunan kota dan wilayah tidak cukup hanya disosialisasikan kepada masyarakat, tetapi lebih jauh harus dikomunikasikan dan dikonsultasikan kepada masyarakat.
b.        Pengembangan wilayah dan kota (kawasan perkotaan) seyogyanya mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi rencana pembangunan yang berasal dari masyarakat (community-driven planning) melalui mekanisme forum kota atau rembug desa sebagai media untuk menggali ide-ide dan menjaring aspirasi pembangunan yang orisinal dari masyarakat.
c.         Dengan dikonsultasikannya rencana pengembangan wilayah dan kota tersebut kepada masyarakat, maka jaminan keberlanjutan dari suatu proses pembangunan akan lebih mudah tercapai, mengingat keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan sejak dini akan melahirkan bentuk-bentuk peran masyarakat yang cukup tinggi sehingga mampu memecahkan persoalannya sendiri.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat agar dapat mengatasi persoalan-persoalan pembangunan di daerahnya, maka Pemerintah Pusat (dalam hal ini Depkimpraswil) tidak lagi berperan sebagai inisiator ataupun aktor utama pembangunan, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator dan enabler masyarakat. Sedangkan Pemerintah Daerah pun harus mampu mereposisikan peran yang selama ini ditanganinya untuk dapat didesentralisasikan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang tumbuh secara demokratis dengan orientasi pada penguatan peran masyarakat.

SOLO SEBAGAI KOTA YANG MEMBERIKAN SPIRIT BAGI KEBUDAYAAN
Sebuah kegiatan Internasional yang diprakarsai oleh The Organization Of World Heritage Cities Of Euro-Asia Section (OWHC)/ Kawasan Euro-Asia dari Organisasi Kota-Kota warisan Dunia yang merupakan organisasi dibawah United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) yang bergerak dalam bidang pelestarian terintegrasi warisan budaya benda (tangible) dan tak benda (intangible) pada kota-kota bersejarah, utamanya kota-kota yang tercantum dalam daftar warisan dunia UNESCO atau Kota-Kota yang memiliki warisan budaya tak benda yang diakui oleh UNESCO. OWHC sendiri dirikan sejak tanggal 8 September 1993 di Fez Maroko dan OWHC kawasan Euro- Asia sendiri baru didirikan tahun 2003.
Tahun 2008 ini Kota Solo yang ditunjuk selaku tuan rumah penyelenggaraan WHCCE ke III. Bagi Kota Solo sebagai tuan rumah pelaksana kegiatan ini selain hendak mewujudkan visi OWHC, sekaligus sebagai bagian dari upaya mendukung program Indonesia Visit Year yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2008 ini. Adapun Kota Solo berusaha mewujudukannya melalui program Let’s Go to Solo, sebuah program peningkatan kunjungan wisata yang mengundang wisatawan untuk mengunjungi Solo selama tahun 2008, termasuk didalamnya menjadi tuan rumah WHCCE ini. Pemerintah Kota Solo berharap event akbar ini akan memberikan keuntungan nyata dibidang pariwisata, perdagangan, inverstasi, dan aktivitas komersial/non komersial publik lainnya seperti pertunjukan seni,pameran, event-event budaya, dan lain-lain.
Berhasil menjadi tuan rumah penyelenggara WHCCE ditahun 2008 ini merupakan sebuah prestasi yang luar biasa berharga bagi Kota Solo. Mengingat, meskipun baru tergabung sejak tahun 2007, Kota yang dipimpin oleh Ir. Joko Widodo selaku Walikota ini berhasil mengalahkan empat Kota pesaing yang mengajukan diri menjadi tuan rumah penyelenggaraan WHCCE tahun 2008. Keberanian Walikota pada saat konferensi sebelumnya di Kazan (Rusia) untuk mempromosikan Kota Solo menjadi tuan rumah dengan menjanjikan tawaran tinggi untuk siap menaggung seluruh biaya akomodasi bagi para tamu WHCCE berhasil memikat negara anggota lainnya untuk menerima tawaran Solo menjadi tuan rumah. Keberhasilan ini tentunya merupakan kesempatan emas bagi Kota Solo untuk menunjukkan kepada dunia kelayakan potensi pariwisata yang ditunjang warisan sejarah dan budaya Kota Solo yang tiada duanya juga membuktikan dedikasi Kota Solo sebagai tuan rumah yang baik bagi para tamu dari berbagai Kota diseluruh belahan dunia.
Tidak hanya bagi Kota Solo, kebanggaan ini sudah selayaknya dimiliki bangsa Indonesia, mengingat Kota Solo adalah Kota pertama dan satu-satunya Kota, wakil dari Indonesia yang menjadi anggota WHC yang kemudian mendapatkan kesempatan langsung untuk dapat menjadi penyelenggara konferensi Internasional yang akan dihadiri oleh 46 walikota dan jajaran pemerintahan dari berbagai negara yang tergabung dalam OWHC.
Meskipun memang, harga mahal harus ditanggung oleh Pemerintah Kota guna menyongsong penyelenggaraan WHCCE 2008. Dari hasil wawancara yang diperoleh penulis dari Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kota Solo, biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Solo untuk penyelenggaraan kegiatan ini mencapai tiga milyar rupiah.Tidak hanya secara finansial saja namun juga kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), akomodasi, perdagangan, transportasi, maupun sektor pariwisata, yang itu membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran yang tidak sedikit yang memang telah dipersiapkan sejak dua tahun ini.
Tentunya masyarakat Kota ini khususnya dan juga bangsa ini berharap perjuangan panjang penyelenggaraan event akbar WHCCE 2008 ini mampu membawa manfaat yang besar dan penting khususnya bagi pengembangan Pariwisata dan Budaya Kota Solo tercinta maupun Negara Indonesia. Sehingga harga mahal perjuangan Kota Solo dari mulai usaha menjadi tuan rumah sampai pelaksanaan event ini dapat terbayarkan dengan pengaruh positif yang mungkin hanya dapat diperoleh dari penyelenggaraan kegiatan ini. Mengingat juga bahwa kesempatan menjadi yuan rumah di event akbar ini belum tentu diperoleh kembali oleh Kota Solo di tahun-tahun mendatang.
URGENSI PENYELENGGARAAN WHCCE 2008 DI KOTA SOLO BAGI PENGEMBANGAN BUDAYA DAN PARIWISATA.
Dalam bahasa yang lebih sederhana Urgensi dalam pokok permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini memiliki makna, pentingnya penyelenggaraan WHCCE di Kota Solo bagi pengembangan budaya dan Pariwisata khususnya di Kota Solo dan umumnya Negara Indonesia. Sejatinya apa yang melatarbelakangi, kenapa kemudian Solo bertekad untuk menjadi pihak penyelenggara dalam megaevent ini. Apakah dibalik harga mahal perjuangan Kota Solo menjadi tuan rumah terdapat hal luar biasa didalamnya maupun manfaat penting yang sekiranya bisa diperoleh jika dan hanya jika berani menjadi penyelenggara WHCC ke III di tahun 2008 ini.
Mendasarkan kepada tujuan pelaksanaan konferensi WHC yang bertumpu pada tujuan awal adanya organisasi OWHC antara lain :
1. Memberikan kontribusi implementasi yang berhubungan dengan Perlindungan pusaka budaya/ pusaka alam dan piagam internasional untuk perlingungan kota-kota bersejarah
2. Mendorong kerjasama dilevel regional dan internasional serta pertukaran informasi dan keahlian diantara kota-kota bersejarah diseluruh dunia dalam kolaborasi yang erat dengan organisasi lain untuk mencapai tujuan bersama, mendorong kerja keras kota-kota dinegara berkembang
3. Bekerjasama dengan organisasi-organisasi khusus, menjalin kerja yang lebih baik dalam penelitian oleh para spesialis/ahli dalam memenuhi kebutuhan managemen lokal
4. Meningkatkan warga kota untuk peduli pada nilai-nilai (heritage/pusaka) dan perlindungannya.
Sejatinya penyelenggaraan event ini memiliki fungsi-fungsi strategis yang menguntungkan bagi Kota Solo, antara lain :
  1. Nilai Sejarah (Historical value ) dan Budaya (Cultural Value) Kota Solo Akan Diakui Secara Resmi (de jure) Oleh Dunia internasional.
  2. Langkah Kota Solo Menuju Percaturan Internasional
  3. Wadah Untuk Berbenah dan Memperbaiki Fungsi Kota dalam Upaya Mengembangkan Budaya dan Pariwisata
  4. Sarana Promosi Budaya dan Pariwisata Kota Solo Kepada Dunia Internasional
Megaevent ini harapannya dapat menggugah kesadaran masyarakat Kota Solo terhadap budaya dan warisan sejarah yang mereka miliki yang selama ini cenderung terabaikan. Selain itu juga sejalan dengan visi OWHC yaitu menanamkan kesadaran kepada warga kota untuk mencintai pusaka warisan sejarah dengan membangun pola penjagaan sebagai upaya untuk melestarikan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar